TRIBUNNEWS.COM - Inilah kunci jawaban cerita reflektif pada modul 2 PSE topik 3 Experiental Learning dalam PPG 2025: Hal apa yang perlu diperhatikan dalam penerapan experiential learning?

Pertanyaan ini muncul saat bapak/ibu guru setelah selesai mengerjakan Latihan Pemahaman Modul 2 Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) Topik 3 Experiental Learning materi Pengantar Experiental Learning di Ruang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).

Kunci jawaban Cerita Reflektif Modul 2 PSE Topik 3: Experiental Learning dalam PPG 2025 ditujukan bagi bapak/ibu guru peserta program Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025 

Bagi bapak/ibu guru peserta PPG 2025 yang kesulitan mengerjakan Cerita Reflektif tersebut, dapat menggunakan kunci jawaban di bawah ini sebagai referensi.

Berikut kunci jawaban Cerita Reflektif Modul 2 PSE Topik 3: Experiental Learning materi Pengantar Experiental Learning di Ruang GTK dalam PPG 2025.

Cerita Reflektif

Hal apa yang perlu diperhatikan dalam penerapan experiential learning?

Kunci Jawaban: 

Sebagai guru, saya menyadari bahwa menjadi pendidik yang efektif bukan hanya soal menguasai materi, tetapi juga mampu membangun hubungan yang bermakna dengan murid. 

Guru yang baik adalah teladan dalam sikap, terbuka untuk terus belajar, serta peka terhadap kebutuhan sosial dan emosional peserta didik. Saya percaya bahwa pembelajaran yang berhasil dimulai dari kepedulian dan keteladanan. 

Dengan menciptakan lingkungan belajar yang aman, empatik, dan inklusif, saya berupaya menumbuhkan semangat belajar serta membentuk karakter murid secara utuh. Refleksi rutin membantu saya untuk terus tumbuh, memperbaiki pendekatan, dan menjadi guru yang lebih baik setiap harinya. 

Kunci Jawaban Alternatif: 

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan agar proses pembelajaran berlangsung efektif dan bermakna:

1. Urutan Tahapan Siklus Harus Diperhatikan 

Pastikan proses pembelajaran mengikuti empat tahapan siklus Kolb secara berurutan: 

  • Concrete Experience: siswa mengalami secara langsung 
  • Reflective Observation: siswa merefleksi pengalaman
  • Abstract Conceptualization: siswa menarik kesimpulan atau konsep
  • Active Experimentation: siswa mencoba menerapkan dalam situasi baru Mengabaikan salah satu tahapan dapat mengganggu proses pembentukan pengetahuan 

2. Libatkan Emosi dan Keterlibatan Aktif 

Pengalaman yang menyentuh emosi dan motivasi siswa cenderung lebih mudah diingat dan bermakna. 

Oleh karena itu: 

  • Gunakan simulasi, permainan peran, studi kasus, praktik lapangan, atau proyek nyata. 
  • Dorong siswa untuk berpikir kritis dan reflektif. 

3. Ciptakan Lingkungan Belajar yang Aman dan Mendukung 

Agar siswa berani mencoba, gagal, dan belajar dari kegagalan: Guru harus membangun suasana yang inklusif, terbuka, dan bebas.

Yang perlu diperhatikan dalam penerapan experiential learning: 

  • Mengikuti Siklus Belajar Kolb Secara Utuh 
  • Relevansi dengan Dunia Nyata 
  • Pecan Guru sebagai Fasilitator 
  • Kesiapan dan Keterlibatan Aktif Peserta Didik 
  • Kegiatan Reflektif yang Mendalam 
  • Penilaian Autentik 
  • Fleksibilitas dan Diferensiasi 

Penerapan experiential learning memerlukan perencanaan yang matang, kegiatan yang bermakna, dan fasilitasi refleksi yang mendalam. 

Jika dilakukan dengan baik, pendekatan ini akan membentuk pembelajaran aktif, kritis, dan berkelanjutan.

Kunci Jawaban Alternatif: 

Dalam penerapan experiential learning berdasarkan siklus Kolb, beberapa hal krusial perlu diperhatikan:

Pertama, perencanaan aktivitas yang matang dan relevan (fase Concrete Experience). Pengalaman harus dirancang secara spesifik agar sesuai dengan tujuan pembelajaran dan relevan dengan kehidupan siswa. Bukan sekadar "melakukan", tapi "melakukan sesuatu yang bermakna" untuk materi yang sedang dipelajari. Guru harus memastikan semua logistik (bahan, alat, waktu) siap dan lingkungan aman.

Kedua, fasilitasi refleksi yang mendalam (fase Reflective Observation). Ini adalah jantung dari experiential learning. Setelah pengalaman, siswa perlu waktu untuk memprosesnya. Guru harus memandu dengan pertanyaan terbuka seperti "Apa yang Anda amati?", "Apa yang Anda rasakan?", "Mengapa hal itu terjadi?". Ini membantu siswa menganalisis pengalaman dari berbagai sudut pandang, bukan sekadar menceritakan.

Ketiga, mendorong konseptualisasi dan pemahaman konsep (fase Abstract Conceptualization). Dari refleksi, siswa harus dibimbing untuk menemukan pola, merumuskan ide, atau menghubungkan pengalaman dengan teori atau konsep yang lebih luas. Ini bukan lagi tentang "apa yang terjadi", tapi "apa artinya itu" dan "prinsip apa yang berlaku". Guru dapat memberikan masukan atau materi pendukung untuk membantu siswa merangkai pemahaman ini.

Keempat, memberi kesempatan untuk eksperimentasi aktif dan aplikasi (fase Active Experimentation). Pengetahuan yang baru ditemukan harus diuji atau diterapkan dalam konteks baru. Ini bisa berupa proyek, pemecahan masalah, atau skenario baru. Tahap ini mengokohkan pembelajaran dan mempersiapkan siswa untuk siklus belajar berikutnya.

Secara umum, guru berperan sebagai fasilitator, bukan penceramah. Penting juga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana siswa berani mencoba, membuat kesalahan, dan belajar darinya. Keseimbangan antara kebebasan bereksperimen dan bimbingan yang tepat adalah kunci kesuksesan experiential learning.

Kunci Jawaban Alternatif: 

Dalam penerapan experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah memastikan bahwa pengalaman yang diberikan benar-benar relevan dan bermakna bagi siswa. Pengalaman tersebut harus mampu mengaitkan teori dengan praktik, serta memberikan ruang bagi siswa untuk mengalami secara langsung, bereksperimen, dan berefleksi. 

Oleh karena itu, guru perlu merancang aktivitas yang sesuai dengan konteks kehidupan siswa, memicu rasa ingin tahu, dan mendorong keterlibatan aktif. Selain itu, penting juga menciptakan suasana yang aman secara emosional agar siswa merasa nyaman untuk mencoba, gagal, dan belajar dari proses tersebut.

Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah tahapan refleksi. Dalam experiential learning, pengalaman tanpa refleksi tidak akan menghasilkan pembelajaran yang mendalam. Guru perlu membimbing siswa untuk mengolah pengalaman mereka—apa yang mereka rasakan, pelajari, dan bagaimana pengalaman tersebut dapat diterapkan dalam situasi lain. 

Refleksi ini bisa dilakukan melalui diskusi, jurnal, presentasi, atau kegiatan berbagi. Selain itu, guru juga harus sensitif terhadap perbedaan gaya belajar siswa dan menyediakan bimbingan yang tepat agar setiap siswa mendapatkan manfaat maksimal dari proses pengalaman yang mereka jalani. Dengan memperhatikan dua hal penting ini—relevansi pengalaman dan kedalaman refleksi—pembelajaran akan menjadi lebih hidup dan bermakna.

(Sri Juliati)

Contact to : xlf550402@gmail.com


Privacy Agreement

Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.