TRIBUNNEWS.COM - Memasuki pekan ketiga Juni, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut cuaca di wilayah Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan.
Beberapa daerah, seperti Ambon, Banda Neira, Amahai, dan Mozes Kilangin Papua Tengah, masih mengalami hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat dalam sepekan terakhir.
Sementara itu, daerah lainnya mulai menunjukkan tanda-tanda pengeringan memasuki musim kemarau.
Bahkan, di Pos Merigi Nusa Tenggara Barat dan Pos Daieko Nusa Tenggara Timur telah mengalami 33 hari tanpa hujan.
Perbedaan cuaca yang signifikan ini mencerminkan kompleksitas sistem cuaca tropis di kawasan Maritim Indonesia, yang terbentuk melalui interaksi dinamis antara proses-proses atmosfer berskala lokal–seperti siklus harian darat laut yang memicu proses konveksi lokal, topografi pulau, dan pengaruh global–seperti variabilitas iklim musiman, MJO, serta gelombang tropis seperti equatorial Rossby dan Kelvin.
Dilansir laman resmi BMKG, salah satu faktor yang memengaruhi cuaca di wilayah Indonesia adalah siklus harian darat-laut.
Setiap hari, proses pemanasan permukaan daratan pada siang hari memicu pembentukan awan konvektif, yang menghasilkan hujan pada sore hingga malam.
Setelah itu, sistem hujan berpindah ke wilayah laut dan kembali aktif pada dini hari.
Pola ini terjadi berulang dan menjadi karakteristik khas wilayah tropis maritim seperti Indonesia, terutama di wilayah dengan topografi kompleks seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Cuaca selama sepekan mendatang tidak hanya dikendalikan oleh proses lokal dari siklus darat-laut saja.
Pada skala yang lebih luas, gelombang atmosfer skala antar musim atau intraseasonal seperti gelombang Rossby equatorial dan Kelvin turut memengaruhi pola hujan di wilayah Indonesia.
Intrusi udara kering dari selatan juga memperkuat ketidakstabilan atmosfer di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Peningkatan kecepatan angin permukaan (>25 knot) di Laut Andaman, Laut Banda, Laut Jawa, dan Laut Arafura juga perlu diperhatikan, mengingat dampaknya yang mampu meningkatkan potensi gelombang laut tinggi sehingga dapat mempengaruhi aktivitas pelayaran dan kelautan.
Melihat kondisi atmosfer yang masih relatif dinamis, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi yang masih ada meskipun beberapa wilayah telah memasuki musim kemarau.
BMKG terus menekankan pentingnya untuk memantau informasi cuaca dari sumber resmi secara berkala dan mengambil langkah mitigasi yang diperlukan guna mengantisipasi serta mengurangi dampak risiko bencana hidrometeorologi di wilayah masing-masing.
Periode 17-19 Juni 2025
Cuaca di Indonesia umumnya didominasi oleh kondisi cerah berawan hingga hujan ringan.
Perlu diwaspadai adanya peningkatan hujan dengan intensitas sedang yang terjadi di wilayah:
Selain itu, hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dapat terjadi, dengan kategori tingkat peringatan dini dan wilayah potensi kejadian sebagai berikut:
Periode 20 – 23 Juni 2025
Cuaca di Indonesia umumnya didominasi cerah berawan hingga hujan ringan.
Waspadai adanya peningkatan hujan dengan intensitas sedang yang terjadi di:
Selain itu, hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dapat terjadi, dengan kategori tingkat peringatan dini dan wilayah potensi kejadian sebagai berikut:
Prospek di atas merupakan kondisi secara umum. Untuk informasi cuaca lebih detail dapat diakses melalui website BMKG, aplikasi mobile infoBMKG dan sosial media @infoBMKG.
(Latifah)
Contact to : xlf550402@gmail.com
Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.