BANJARMASINPOST.CO.ID - Ramai jadi sorotan sekolah swasta elite di Jalan Baru Perjuangan RT 04 RW 11 Marga Mulya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, diduga bodong.
Bahkan, sejumlah guru yang mengajar di sekolah tersebut mundur massal. Pasalnya, mereka bekerja di luar job desk.
Para guru itu mengaku bekerja bak ART (asisten rumah tangga) untuk pimpinannya.
Pihak sekolah, kata mereka, kerap memberikan tugas-tugas di luar dari pekerjaan sebagai guru.
Pihak sekolah yang dimaksud dalam hal ini adalah kepala yayasan sekaligus diduga menjabat sebagai kepala sekolah (kepsek).
Seorang guru bernama Salsabila Syafwani mengatakan, berdasarkan hal itu, membuat dirinya bersama rekan seprofesi di sekolah tersebut menjadi resah.
"Kami dikontrak sebagai staf pendidik, tetapi terkadang kami diberikan tugas di luar jobdesk guru," kata Salsabila kepada awak media pada Senin (16/6/2025).
Tugas di luar jobdesk yang dimaksud Salsabila yaitu seperti penugasan kepada Asisten Rumah Tangga (ART).
Sementara itu, guru lain bernama Anisa Dwi Zahra mengaku pernah ditugaskan membeli ayam goreng untuk anak pemilik yayasan.
"Saya juga pernah disuruh membeli ayam fried chicken ke Jatiasih. Padahal di sini juga ada," kata Anisa.
"Saya sudah komplain, tetapi pihak yayasan tidak tahu alasannya dan akhirnya saya lakukan," imbuhnya.
Meski kerap diberikan uang tambahan, tetapi Anisa tetap menyampaikan keberatan.
"Dapat uang bensin, tetapi saya sangat keberatan karena jauh," katanya.
"Jarak dari sini ke tempat penjual ayam lumayan jauh," ucap Anisa.
Hal senada dikatakan guru lain bernama Raihan Tri Wahyudi.
Setiap hari sebelum bekerja, Raihan diminta ke kediaman pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar sekolah.
"Setiap hari sebelum bekerja, saya harus ke rumah beliau (pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah," kata Raihan.
Raihan mengaku berat untuk menolak ketika ditugaskan oleh pemilik yayasan atas dasar status karyawan dengan pimpinan.
Sehingga, dirinya mengaku terpaksa melakukannya.
"Selama kerja di kantor sebagai staff education, saya cuma dapat gaji. Tetapi, kebanyakan saya bekerja di rumah beliau (pemilik yayasan), yaitu mengantar anak-anaknya ke sekolah, tempat les, dan belanja," jelas Raihan.
Tak hanya dari guru, keluhan juga datang dari sejumlah wali murid.
Pihak wali murid mengaku dibuat kecewa dengan berhentinya operasi sekolah secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan.
Hal itu seperti diungkapkan salah seorang ortu siswa, Nurhaliza (33).
"Maksudnya sia-sia waktu saya, kenapa kayak gini, harusnya kan di WhatsApp (WA) sayanya kalau misalnya emang tidak ada progres lagi sekolahnya," kata Nurhaliza saat ditemui di lokasi, Senin (16/6/2025).
Ia menjelaskan, dirinya hanya mendapat informasi untuk anaknya agar datang ke sekolah pada Senin (16/6/2025), guna mengikuti ujian susulan.
Sebab kata Nurhaliza, anaknya sempat sakit dan kemudian diminta untuk mengikuti ujian susulan.
"Minggu lalu anak saya sakit, jadi tidak masuk, Minggu lalu sempat ujian, nah disuruh susulan ujian hari ini," jelasnya.
Akan tetapi, begitu sampai ternyata sekolah berhenti beroperasi dan pagar digembok.
"Tapi ya gitu, digembok (sekolahnya) tidak bisa masuk, padahal udah pakaian lengkap anak saya,"
Nurhaliza menuturkan, sebelum dikagetkan dengan sekolah yang tiba-tiba beroperasi, dirinya sempat menyimpan rasa curiga terhadap sistem pelayanan pembelajaran.
Kecurigaan terjadi saat dirinya dijanjikan fasilitas konseling dari psikolog untuk anaknya yang sekolah di tempat tersebut.
Namun, kenyataannya, janji itu palsu atau tidak terealisasi.
"Jadi saya selama anak saya sekolah di sini tidak pernah ketemu psikolog," tuturnya, melansir Warta Kota.
Nurhaliza mengaku sangat kecewa karena janji konseling dengan psikolog tidak terealisasi.
Selain karena sudah meluangkan waktu, dirinya dan suami sudah mengeluarkan biaya untuk fasilitas tersebut hingga nominal jutaan rupiah.
"Udah (bayar), itu udah termasuk ke biaya Activity Fee, paket, nilainya Rp5,5 juta buat kelas Nursery," ucapnya.
Nurhaliza berharap pihak pengelola sekolah dapat bertanggung jawab dengan mengembalikan uang orangtua siswa.
"Sebaiknya bertanggung jawab pihak sekolah dan kembalikan uang yang sudah terlanjur bayar, saya juga masih ada uang pangkal di sekolah ini udah kebayar Rp7,3 juta," harapnya.
Sementara wali murid lainnya, Benny Sugeng Waluyo (42), yang mensekolahkan anaknya yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), mengeluhkan hal serupa.
Mulanya, Sugeng mengatakan sempat mendapat informasi kalau sekolah ini memiliki pembelajaran inklusi yang ada psikolognya.
Sehingga terdapat waktu belajar tambahan untuk terapi klinik, dan itulah yang menjadi alasan dirinya mau memasukkan anaknya ke sekolah ini.
"Tapi selama anak kami sekolah di sini, realisasi itu tidak ada," kata Sugeng, Minggu (15/6/2025).
Sugeng menjelaskan keluhan lainnya, perihal di awal, pihak sekolah akan memberikan pendamping di kelas untuk anaknya belajar.
Tapi kenyataan, menurutnya, janji tersebut tidak terealisasi juga.
Padalah ia mengaku sudah membayar setiap per tiga bulan untuk tambahan pendamping dengan biaya Rp1 juta.
"Bilangnya setiap anak saya belajar di sini, nantinya ada pendamping di kelas, tapi waktu kami cek saat belajar mengajar tidak ada yang mendampingi."
"Karena di sekolah ini setiap kelas yang harusnya ada dua orang (guru dan pendamping), tapi kenyataannya cuma ada satu guru dan tidak ada pendamping," jelasnya.
Berdasarkan hal itu, Sugeng mengaku kecewa karena segala upaya terbaik untuk pendidikan anak diberikan tapi hasilnya sia-sia.
Para orang tua murid melaporkan kejadian ini ke Mapolres Metro Bekasi Kota setelah sebelumnya sempat membuat somasi kepada pihak sekolah. namun tidak ada jawaban.
"Kecewa sangat, masalahnya anak berkebutuhan khusus ini kan berbeda, kami sebagai orang tua kan harus ekstra."
"Tapi ternyata ekstra yang kami berikan itu tidak sesuai dengan kenyataan dan itu membuat kami kecewa."
"Sekarang kami melaporkan pihak sekolah ke polisi," tutupnya.
(Banjarmasinpost.co.id/TribunJatim.com)
Contact to : xlf550402@gmail.com
Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.