TRIBUNJATENG.COM - Terkuak praktik pemerasan yang dilakukan Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Eks Kaprodi Anestesi Undip Semarang Taufik Eko Nugroho meminta angkatan 77 untuk membuat rekening tabungan pendidikan.

Kemudian diminta untuk mengumpulkan uang tunai setiap orang Rp 40 juta ke bendahara.

Hal tersebut terkuak dalam Sidang kasus dugaan perundungan dan pemerasan di PPDS Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (25/6/2025).

Fakta itu terungkap saat  saksi Bayu menyatakan dalam persidangan 

Bayu merupakan teman satu angkatan Risma dalam program PPDS Undip yang masuk angkatan 77.

"Iya kami bendahara angkatan pernah mengikuti dikumpulkan oleh Pak Taufik pada Februari 2023," jelas Bayu dalam memberikan kesaksian di persidangan.

Dalam pertemuan itu, lanjut Bayu, para bendahara angkatan diintruksikan untuk membuat rekening tabungan baru sebagai bekal untuk menempuh pendidikan Anestesi.

"Ya uang itu digunakan untuk biaya makan prolong maupun kebutuhan ujian, rumah tangga, iuran angkatan dan biaya lainnya," bebernya.

Dalam fakta persidangan terungkap,  Bayu menggantikan Risma sebagai bendahara angkatan sejak November 2022. 

Sementara, uang iuran per orang untuk Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp40 juta per orang.

Menurut Bayu, angkatan 77 juga sempat mengantarkan uang BOP sebesar Rp40 juta kepada terdakwa Sri Maryani, yang saat itu menjabat staf administrasi FK Undip Semarang.

Uang setoran BOP itu diserahkan secara tunai.

Bayu tidak mengetahui alasan uang harus diberikan dengan cara tunai. 

"Saya lupa ada bukti kwitansi atau tidak yang jelas ada foto penyerahan. Foto itu saya tunjukkan pula ke teman-teman satu angkatan," ungkapnya.

Selepas kasus kematian Risma viral, Bayu mengaku mengembalikan uang BOP dari iuran para angkatan 77 dikembalikan.

Dia menyebut, lupa terkait jumlah detailnya. 

Ketika disinggung jaksa apakah pengembalian atas perintah terdakwa Taufik, Bayu mengaku tak mengingatnya.

"Iya soal itu saya lupa, tapi intinya saya kembalikan selepas kejadian (kasus Risma viral)," terangnya. 

Bayu mengungkapkan pula, pengembalian uang itu atas intruksi dua Bendahara residen.

Alasannya, ada aturan baru yang mana pembayaran BOP tidak melalui bendahara angkatan tetapi diurus sendiri mahasiswa PPDS. 

"Pengembalian uang itu atas perintah Bu Sasa dan Bu Novi bendahara residen, saya tidak tanya atas perintah siapa, tapi yang jelas sebelumnya uang itu dikumpulkan atas saran dari pak Taufik," katanya. 

Dari tabungan pendidikan uang BOP tersebut, terdakwa Zahra juga sempat meminjam uang tabungan itu sebesar Rp14,5 juta.

Menurut Bayu, uang itu merupakan biaya talangan dari angkatannya untuk dr Zahra.

Ketika dirinci waktu pengembalian uang tersebut, Bayu hanya ingat uang dikembalikan selepas kejadian kematian Risma viral.

"Saya lupa persisnya," kata Bayu.

Jaksa kemudian mengingatkan keterangan Bayu yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yakni pada 7 Oktober 2024.

Selain Bayu, teman satu angkatan 77 yang menjadi saksi adalah Kalika, Danang, Nur Akbar dan Rezki. 

Mereka sepakat dengan keterangan yang diutarakan oleh Bayu. 

Selain terdakwa Taufik Eko Nugroho, persidangan itu menghadirkan pula terdakwa Zara Yupita Azra dan Sri Maryani.

PELIMPAHAN - Tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip dilimpahkan ke Kejari Kota Semarang, Kamis (15/5/2025). Mereka pun terancam hukuman selama 9 tahun penjara.
PELIMPAHAN - Tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip dilimpahkan ke Kejari Kota Semarang, Kamis (15/5/2025). Mereka pun terancam hukuman selama 9 tahun penjara. (TRIBUN JATENG/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS)

Sembunyikan Barang Bukti

Sidang kasus dugaan perundungan dan pemerasan di program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap soal peran terdakwa Taufik Eko Nugroho dalam memerintahkan mahasiswa untuk menyembunyikan barang bukti.

Perintah itu dilontarkan Taufik selepas kasus kematian Aulia Risma Lestari mahasiswi PPDS Anestesi Undip angkatan 77 viral sehingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turun tangan.

Fakta itu terungkap saat  saksi Herdaru menyatakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (18/6/2025). 

Herdaru merupakan teman satu angkatan Risma dalam program PPDS Undip yang masuk angkatan 77. 

"Ada perkataan itu dari Pak Taufik (memberikan alasan handphone hilang atau ganti) kalau ditanya dari tim Kemenkes," ujar Herdaru. 

Taufik saat memberikan intruksi tersebut berkapasitas sebagai Kepala Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip. 

Intruksi tersebut muncul karena ada beberapa mahasiswa PPDS Anestesi Undip ada yang sudah dimintai keterangan Kemenkes soal dugaan bullying yang menimpa Risma selama menjalani program PPDS Undip. 

"Seingat saya ada beberapa mahasiswa PPDS sudah dipanggil tapi belum semua. Intruksi (dari Taufik) itu keluar," beber Herdaru. 

Selain Herdaru, dalam sidang tersebut menghadirkan tiga teman satu angkatan lainnya dari Aulia Risma.

Ketiganya meliputi Rian, Edo dan Sunu.

Dua dari tiga saksi tersebut juga membenarkan kondisi yang dialami oleh Herdaru.

"Iya, kami ketika itu dikumpulkan dokter Taufik, semua residen tempatnya di Fakultas kesehatan Undip, Tembalang, saya lupa tanggal dan bulannya tapi selepas surat keputusan Kemenkes (soal kasus Risma) keluar," terangnya.

Kendati ikut pertemuan itu, Edo tidak terlalu memahami intruksi dari Taufik. Dia berdalih tidak terlalu memperhatikan.

Jaksa penuntut umum kemudian mengejar keterangan dari saksi Rian untuk memperjelas peran Taufik dalam rapat persiapan klarifikasi dari Kemenkes.

Rian membenarkan adanya arahan itu. Namun, perintah detailnya tidak terlalu paham.

"Kalau adanya intruksi iya benar. Detailnya saya tidak terlalu paham," ungkap Rian.

Selepas keterangan dari para saksi, Majelis Hakim lantas mempertanyakan kepada Taufik menerima keterangan tersebut atau tidak. "Saya tidak (keberatan) yang mulia," ucapnya ketika ditanyakan soal keberatan atau tidak soal keterangan itu.

Sidang menghadirkan pula dua terdakwa lainnya meliputi Zara Yupita Azra yang merupakan senior dari korban Aulia Risma Lestari dan Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi FK Undip Sri Maryani.  

Dalam sidang kali ini, para kolega dari ketiga terdakwa tampak banyak yang hadir. Mereka tampak mengobrol dengan ketiga terdakwa.

Sebaliknya, dari pihak korban mendiang Aulia Risma hanya dihadiri oleh Ibunda Risma, Nuzmatun Malinah yang datang sendirian dari Tegal.

Dia tampak mencatat beberapa keterangan dari para saksi.

"Kalau statemen nanti ke pengacara kami ya," katanya seusai sidang. (*)

Contact to : xlf550402@gmail.com


Privacy Agreement

Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.