Oleh: Ridho Ardesan
“enak ya jadi kamu , pinter, IPK sempurna, sering juara lomba. Gampang banget hidupmu!”
Kalimat itu sering banget mampir ke telingaku. Bahkan kadang datang dari teman yang aku hormati. Seolah-olah capaian akademik dan piala lomba bisa membuatku kebal dari tekanan, rasa takut gagal, atau keraguan diri.
Padahal, jujur saja, aku juga sering merasa nggak cukup bahkan tertinggal dari yang lain.
Kamu yang sedang baca ini mungkin juga sedang berjuang. Mungkin kamu belum mendapatkan IPK sempurna, Mungkin kamu belum pernah juara lomba. Tapi bukan berarti kamu nggak hebat.
Karena setiap orang punya medan tempurnya sendiri. Dan perjuanganmu tetap layak dihargai.

Di Balik Angka Sempurna

Aku mahasiswa aktif. IPK-ku sempurna. Aku sering dipercaya mewakili kampus untuk lomba public speaking, dakwah, forum diskusi, bahkan jadi pengurus organisasi. Tapi, di balik angka-angka itu, aku juga pernah terpuruk karena gagal lolos seleksi nasional. Pernah menangis setelah lomba yang kuanggap "pasti menang", ternyata aku pulang tanpa piala.
Aku pernah mempertanyakan diri sendiri:
“Aku beneran hebat, atau cuma kelihatan hebat?”
Dan ternyata, perasaan itu bukan cuma milikku.
Ini merupakan fenomena "Impostor Syndrome" di Kalangan Mahasiswa Berprestasi Penelitian dari Journal of Behavioral Science (2017) menyebutkan bahwa sekitar 70% orang pernah mengalami impostor syndrome—yaitu perasaan seolah-olah dirinya tidak pantas atas pencapaian yang diraih, dan takut ‘ketahuan’ bahwa dirinya sebenarnya tidak cukup hebat.
Fenomena ini juga ditemukan di kalangan mahasiswa berprestasi. Dalam studi yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2021, ditemukan bahwa mahasiswa dengan IPK tinggi justru lebih rentan mengalami tekanan psikologis karena ekspektasi yang tinggi terhadap.

Prestasi Itu Bukan Cuma Soal Menang

Ilustrasi presentasi menghadap audiens. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi presentasi menghadap audiens. Foto: Shutterstock
Ketika aku ikut lomba dakwah, orang hanya melihat panggung final. Padahal mereka tidak melihat prosesku menulis naskah tengah malam, merekam 10 kali karena gugup, atau latihan di kamar mandi karena malu dilihat orang. Dari situ aku sadar, prestasi bukan cuma soal menang atau nilai sempurna. Tapi tentang keberanian untuk konsisten berusaha, meski mentalmu babak belur.
Albert Einstein pernah dikeluarkan dari sekolah. Thomas Edison dianggap bodoh oleh gurunya. Bahkan Oprah Winfrey, salah satu tokoh media paling berpengaruh, pernah dipecat dari pekerjaan awalnya karena dianggap "tidak cocok untuk televisi".
Apa yang membuat mereka hebat bukan karena tak pernah gagal, tapi karena tak berhenti mencoba meski dunia sempat meremehkan.
Sebagai mahasiswa, kita sering hidup di bawah bayang-bayang nilai dan ranking. Tapi kita lupa bahwa belajar bukan cuma mengejar angka, tapi menumbuhkan makna.
Para tenaga kependidikan seperti Guru, dosen, dan orang tua perlu melakukan adanya kolaborasi, komitmen dan kesungguhan agar mencetak generasi yang penuh kebermanfaatan dan kita ingat bersama, anak muda bukan robot lomba dan ranking. Mereka manusia yang butuh ruang salah, ruang tumbuh, dan ruang dicintai tanpa syarat.

Penutup: Jangan Tunggu Sempurna Untuk Menghargai Diri Sendiri

Hari ini aku belajar untuk bilang ke diri sendiri:
Kita semua sedang berjalan pada garis takdir tuhan yang berbeda beda, latar belakang yang berbeda, tujuan dan cita cita yang berbeda. kamu sudah berjuang sampai sejauh ini, kamu tetap layak merasa bangga. Karena kamu sedang tumbuh. Dan itu juga bentuk prestasi.
Prestasi bukan soal siapa yang paling sempurna, tapi siapa yang paling kuat bertahan dalam menjalani roda kehidupan. Jadi, kalau kamu pernah merasa tidak cukup, atau merasa prestasimu kecil di mata orang lain—tenang. Kamu tidak sendirian. Teruslah berproses, teruslah bertumbuh, dan jangan tunggu validasi untuk mulai menghargai diri sendiri.
Hari ini mungkin kamu belum berdiri di podium. Tapi suatu hari nanti, kamu akan menoleh ke belakang dan bersyukur karena bisa melewati semua perjalanan kehidupan dengan semangat perjuangan.

Contact to : xlf550402@gmail.com


Privacy Agreement

Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.