TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pasangan suami-istri (pasutri), Yansen (66) dan Meliana Jusman (60), dalam perkara pemalsuan surat senilai Rp583 miliar, kini memasuki tahap lanjutan di Pengadilan Negeri Medan.
Praktisi hukum Syarwani menilai, pengajuan PK merupakan hak hukum setiap terpidana, namun tetap harus memenuhi syarat formil berupa novum atau bukti baru yang sah secara hukum.
Ia menegaskan bahwa novum menjadi faktor penentu dalam permohonan PK.
"Permohonan PK itu harus didasari adanya novum yang belum pernah diperiksa di pengadilan," ujar Syarwani kepada wartawan, Kamis (37/2025).
Mantan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Kota Medan itu menambahkan bahwa pengajuan PK kerap menjadi ruang terakhir pencari keadilan, namun bukan untuk menghindar dari eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sidang terbaru yang digelar Rabu (2/7/2025) di PN Medan menghadirkan pembacaan kontra memori oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septian Napitupulu, yang menyatakan menolak permohonan PK pasutri tersebut.
JPU Septian menyampaikan kepada majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis bahwa pihaknya menolak permohonan PK dan menilai putusan kasasi yang menghukum terpidana Yansen dan Meliana Jusman masing-masing dua tahun enam bulan penjara sudah tepat.
Dalam persidangan, kuasa hukum menghadirkan saksi bernama Arianto.
Namun, saat diminta keterangan oleh jaksa, saksi mengaku tidak mengetahui duduk perkara secara menyeluruh, kecuali bahwa perkara tersebut berkaitan dengan laporan dari Hok Kim, Direktur CV Pelita Indah.
Sebelumnya, Mahkamah Agung(MA) telah menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan penjara kepada Yansen dan Meliana, berdasarkan putusan kasasi Nomor 357 K/PID/2025.
Dalam amar putusan yang dibacakan 9 Juni 2025, MA menyatakan kedua terpidana terbukti bersalah menggunakan surat palsu seolah-olah asli, sebagaimana dakwaan JPU berdasarkan Pasal 263 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan MA tersebut membatalkan vonis Pengadilan Negeri Medan yang sebelumnya menyatakan keduanya lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging).
JPU menilai vonis tersebut tidak sesuai dan mengajukan kasasi.
JPU Septian menyatakan bahwa kemungkinan adanya novum dalam pengajuan PK pasangan suami istri tersebut kecil, dengan alasan bahwa semua bukti telah terungkap di persidangan.
Eksekusi terhadap pasutri ini dilakukan oleh Kejari Medan pada 10 Juni 2025. Yansen ditahan di Rutan Kelas I Medan, sedangkan Meliana ditempatkan di Lapas Perempuan Tanjung Gusta.
Kasus ini bermula dari dugaan penggunaan surat kuasa palsu atas nama Direktur CV Pelita Indah, Hok Kim, untuk mencairkan dana sebesar Rp583 miliar di Bank Mestika, Cabang Zainul Arifin Medan. Dana tersebut digunakan oleh Yansen dalam kapasitasnya sebagai Komisaris perusahaan.
Akibat perbuatan itu, perusahaan mengalami kerugian besar dan terganggu proyeknya bersama PT Musim Mas di Pulau Kalimantan.
Saat ini, majelis hakim PN Medan masih akan melanjutkan persidangan pekan depan untuk mendengarkan kesimpulan kedua belah pihak.
Namun, upaya hukum PK merupakan hak terpidana yang diatur dalam KUHAP, dan hanya dapat dikabulkan bila disertai bukti baru atau kekhilafan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHAP.
Contact to : xlf550402@gmail.com
Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.