TRIBUNNEWS.COM - Fakta-fakta viral buruh jahit harian di Pekalongan, Jawa Tengah, didatangi petugas pajak yang menanyakan terkait transaksi Rp 2,8 miliar.
Buruh jahit harian tersebut, bernama Ismanto. Ia tinggal di Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan.
Kota Pekalongan terletak di daerah pantai utara (pantura), berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Batang di timur, dan Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat.
Pekalongan adalah salah satu kota yang terkenal dengan industri batiknya. Bahkan, Kota Pekalongan dijuluki 'Kota Batik'.
Pada Rabu (6/8/2025) sekira pukul 14.00 WIB, Ismanto tak menyangka ada petugas yang datang ke rumahnya di Pekalongan, untuk menyerahkan surat berisi transaksi Rp2,8 miliar.
Ia bersama istrinya, Ulfa, sontak terkejut.
Bahkan, sebuah postingan yang mengisahkan Ismanto ditagih oleh sejumlah orang beredar di media sosial, seperti di akun Instagram @pembasmi.kehaluan.reall, pada Jumat (8/8/2025).
Seperti dalam unggahan salah satu akun Instagram, yang berisi keterangan tukang jahit di pekalongan kaget ditagih oleh empat orang yang mengaku pihak pajak Rp 2,8 miliar, "saya ini hanya tukang jahit kecil, motor saja masih kredit, rumah pun tak punya. Pendapatan saya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah".
Hingga berita ini ditulis, Sabtu (9/7/2025), unggahan tersebut telah disukai lebih dari 4 ribu orang dan dikomentari lebih dari 350 netizen.
Dikutip dari TribunJateng.com, Ismanto bersama sang istri, mengaku terkejut saat menerima surat dari sejumlah petugas pajak.
Surat tersebut, mengenai transaksi Rp 2,8 miliar, namun berita yang berkembang adalah tagihan Rp 2,8 miliar.
"Saya kaget, karena saya cuma buruh jahit lepas."
"Tidak pernah punya usaha besar, apalagi sampai transaksi beli kain dalam jumlah besar seperti itu," kata Ismanto, Jumat (8/8/2025).
Ketika petugas pajak mendatangi rumahnya, Ismanto langsung menyampaikan keberatannya dan menolak tagihan tersebut.
"Saya sudah bilang, saya tidak pernah melakukan transaksi pembelian kain, pinjaman online, atau pinjaman lain apa pun."
"Nama saya jelas disalahgunakan," ucapnya.
Ismanto dan istrinya merasa tak pernah bertransaksi dengan nilai fantastis itu.
Kejadian sejumlah orang yang mendatangi rumahnya terkait transaksi miliaran rupiah itu, sempat membuat Ismanto terpuruk.
Sejak kejadian, ia lebih sering mengurung diri di kamar karena bingung dan stres.
"Petugas pajaknya maklum, mereka juga heran. Kok rumah saya yang seperti ini bisa kena tagihan pajak miliaran rupiah," ungkapnya.
Ismanto pun mendatangi kantor pajak di Pekalongan untuk melakukan klarifikasi. Ismanto menegaskan, ia bukan pihak yang melakukan transaksi pembelian tersebut.
"Saya berharap identitasnya tidak lagi disalahgunakan dan tagihan yang tidak masuk akal itu bisa dibatalkan."
"Alhamdulillah, saya sudah klarifikasi ke kantor pajak dan nama saya disalahgunakan," tambahnya.
Rumahnya yang berdinding tembok, dengan tiang kayu dan lantai plester kini menjadi saksi bisu kegelisahan akibat tagihan pajak fantastis Rp2,8 miliar yang datang tiba-tiba.
Ismanto merupakan buruh jahit harian lepas di Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan.
Pria yang berusia 32 tahun ini, tinggal di rumah sederhana yang berdinding tembok, dengan tiang kayu dan lantai plester.
Ismanto tinggal bersama sang istri, Ulfa yang usianya 5 tahun lebih muda darinya, yakni 27 tahun.
Rumah Ismanto yang didatangi petugas pajak, terletak di ujung gang sempit selebar satu meter.
Rumahnya berdampingan dengan kebun bambu.
Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan, Subandi, membenarkan petugas pajak mendatangi rumah Ismanto pada Rabu (6/8/2025). Petugas pajak itu, dilengkapi surat resmi.
Namun, Subandi menegaskan, kedatangan pihak pajak bukan untuk melakukan penagihan pajak, melainkan klarifikasi atas data transaksi yang tercatat dalam sistem administrasi pajak.
"Memang benar surat tersebut resmi dari KPP Pratama dan petugas datang sesuai SOP. Maksud kami hanya untuk mengonfirmasi, bukan menagih."
"Dalam data administrasi kami, terdapat transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp2,9 miliar. Itu nilai transaksinya, bukan pajaknya," ungkap Subandi.
Lebih lanjut, Subandi menjelaskan, NIK (Nomor Induk Kependudukan) milik Ismanto digunakan dalam transaksi dengan salah satu perusahaan. Hal itu berdasarkan data dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2021.
Oleh sebab itu, petugas perlu melakukan verifikasi langsung.
"Kedatangan kami ke rumah Wajib Pajak hanya untuk mencari kejelasan. Apakah benar Wajib Pajak yang melakukan transaksi tersebut?"
"Bisa jadi NIK-nya dipinjam. Kami ingin tahu kebenarannya," jelas Subandi.
Kepala KPP Pratama Pekalongan menambahkan, kunjungan ke rumah Wajib Pajak dilakukan oleh empat petugas yang semuanya dibekali surat tugas resmi.
Hal ini sesuai prosedur, di mana petugas pajak tidak boleh datang sendirian.
Kemudian, saat dilakukan klarifikasi, kata Subandi, Ismanto mengakui NIK yang tercantum dalam dokumen tersebut memang miliknya.
Namun, Ismanto membantah tidak pernah melakukan transaksi pembelian kain dalam jumlah besar atau memiliki usaha dengan skala miliaran rupiah.
Dalam kesempatan yang sama, Subandi menjelaskan kejadian seperti yang dialami Ismanto rupanya bukan pertama kali terjadi.
"Di Pekalongan, kejadian seperti ini bukan kali pertama. Banyak kasus serupa di mana nama dan NIK masyarakat digunakan tanpa sepengetahuan mereka," lanjut Subandi.
Menanggapi hal ini, KPP Pratama Pekalongan pun menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan ini.
Subandi juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjaga identitas pribadi.
Subandi mengimbau, agar masyarakat tidak sembarangan meminjamkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) kepada orang lain.
"Jika menerima surat dari kantor pajak, segera lakukan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman," terangnya,
Hal senada juga disampaikan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan klarifikasi atas pemberitaan soal wajib pajak penjahit yang ditagih pajak hingga Rp 2,8 milyar di Pekalongan.
Nurbaeti Munawaroh menjelaskan, KPP Pratama Pekalongan mengirimkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) terkait permintaan klarifikasi data Nomor Surat: S-00322/P2DKE-CT/KPP.1002/2025 Tanggal 26 Juni 2025, yang dikirimkan via pos tanggal 01 Juli 2025.
"Surat tersebut bukan merupakan Surat Tagihan Pajak sebagaimana diberitakan oleh beberapa media," jelas Nurbaeti, melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/8/2025), dilansir Tribun Jateng.
Menindaklanjuti surat tersebut, KPP Pratama Pekalongan menugaskan petugas untuk melakukan kunjungan guna mendapatkan keterangan lebih jelas secara langsung dari wajib pajak berdasarkan ST Nomor: ST-937/KPP.1002/2025 Tanggal 06 Agustus 2025.
Lantas, dilakukan kunjungan oleh petugas alamat rumah yang bersangkutan atas inisial I.
Petugas bertemu wajib pajak inisial I dan Istri inisial U.
"Pekerjaan I tukang jahit yang mendapat order dari orang yang membutuhkan jasa jahitnya," terangnya.
Menurut Nurbaeti, petugas telah memberikan penjelasan atas kedatangannya ke rumah wajib pajak dan memberikan penjelasan kepada wajib pajak terkait maksud dari surat tersebut.
Wajib pajak menyikapi dengan baik dan datang ke KPP Pratama Pekalongan untuk melengkapi keterangan dan tanda tangan berita acara pada Jumat (8/8/2025)
DJP kembali menegaskan, petugas sama sekali tidak mengatakan kalimat menagih pajak, hanya klarifikasi data.
Disampaikan Nurbaeti, dari keterangan wajib pajak, salah satu pelanggan jasa dari wajib pajak datang ke rumah WP untuk memberikan bahan jahit pada Rabu (6/8/2025) lalu.
Pelanggan jasa tersebut, memvideo seperti yang beredar.
Sebenarnya, berdasarkan keterangan wajib pajak, niat pelanggan hanya untuk lucu-lucuan saja.
"Pada Kamis (7/8/2025), pengapload video menanyakan mengenai jam berapa petugas pajak datang dan dijawab oleh wajib pajak. Menjelang maghrib tanpa izin dari wajib pajak, video tersebut telah diposting di instagram @Pekalongantrending," jelas Nurbaeti.
Wajib pajak saat itu juga mencoba menghubungi pelanggan jasanya yang mengapload video untuk segera meng-takedown.
Sebab, selain informasinya tidak tepat, wajib pajak juga merasa video tersebut memuat identitas wajib pajak yang khawatir digunakan oleh pihak lainnya.
Namun, tidak direspons pelanggan tersebut. Wajib pajak juga menghubungi admin PekalonganTrending untuk menghapus video.
"Wajib pajak dan istrinya mengatakan malam tersebut, Kamis (7/8/2025) tidak bisa tidur nyenyak. Jumat pagi, wajib pajak didatangi oleh perangkat desa dan beberapa wartawan yang menanyakan informasi tersebut," urai Nurbaeti.
Pada Jumat siang wajib pajak ke kantor dan bertemu petugas, serta telah memberikan klarifikasi atas surat tersebut dan wajib pajak meminta maaf atas viralnya video tersebut.
Wajib pajak pun menyayangkan viralnya video itu, karena tanpa izin yang bersangkutan dan informasi yang disampaikan di medsos tidak sesuai.
DJP menyatakan, video yang diunggah oleh media instagram Pekalongantrending dan diamplifikasi oleh beberapa media adalah tidak benar dan mengandung informasi yang menyesatkan.
"Kami sangat menyayangkan atas kejadian tersebut sehingga berpotensi menimbulkan persepsi yang salah dan negatif serta merugikan baik bagi wajib pajak maupun bagi Direktorat Jenderal Pajak," ungkapnya.
Nurbaeti menyarankan, wajib pajak tidak perlu panik bila mendapatkan surat ataupun imbauan dari Kantor Pelayanan Pajak, karena tidak semua surat adalah tagihan.
Jika mendapatkan surat atau imbauan, wajib pajak disarankan langsung menghubungi KPP terdekat untuk mendapatkan penjelasan.
DJP juga mengimbau agar wajib pajak lebih berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan data perpajakan.
(Suci Bangun DS, TribunJateng.com/Eka Yulianti Fajlin, Indra Dwi Purnomo)
Contact to : xlf550402@gmail.com
Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.