Asam urat sering dikaitkan dengan terlalu banyak minuman tertentu atau tidak cukup makan sehat, tetapi penelitian menunjukkan genetika memainkan peran lebih besar dalam memicu kondisi radang sendi daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Riset baru tim ilmuwan internasional, mengamati data genetik yang dikumpulkan dari 2,6 juta orang di 13 kelompok data DNA yang berbeda. Angka tersebut mencakup 120.295 orang dengan asam urat umum.


Mereka membandingkan kode genetik pengidap asam urat dengan orang-orang tanpa asam urat, tim tersebut menemukan 377 wilayah DNA tertentu yang memiliki variasi khusus untuk memiliki kondisi asam urat, 149 di antaranya sebelumnya tidak dikaitkan dengan asam urat.


Meskipun faktor gaya hidup dan lingkungan tentu masih berperan, temuan ini menunjukkan genetika menjadi faktor utama dalam menentukan apakah seseorang berisiko terkena asam urat atau tidak. Para peneliti berpikir mungkin masih ada lebih banyak hubungan genetik yang belum ditemukan.


"Asam urat atau gout adalah penyakit kronis yang memiliki dasar genetik dan bukan kesalahan penderitanya, mitos bahwa asam urat disebabkan oleh gaya hidup atau pola makan perlu dibantah," kata ahli epidemiologi Tony Merriman dari Universitas Otago di Selandia Baru, dikutip dari Science Alert, Sabtu (24/5/2025).



Asam urat menyerang ketika kadar dalam darah tinggi, yang kemudian membentuk jarum kristal tajam di persendian. Ketika sistem kekebalan tubuh mulai menyerang kristal tersebut, hal itu menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang signifikan.


Secara khusus, genetika memengaruhi kemungkinan sistem kekebalan tubuh menyerang kristal, dan dalam cara asam urat diangkut ke seluruh tubuh.


Asam urat dapat datang dan pergi, tetapi ada perawatan yang tersedia, dan penulis di balik penelitian tersebut berpikir kesalahpahaman dapat membuat orang tidak mau menjalani perawatan tersebut. Itu adalah masalah nyata dengan kondisi yang terus meningkat.


"Mitos yang tersebar luas ini membuat orang-orang yang mengidap asam urat malu, sehingga sebagian orang lebih mungkin menahan gejala dan tidak pergi ke dokter untuk mendapatkan obat yang menurunkan kadar asam urat dalam darah dan terus menahan rasa sakit mereka," kata Merriman.


Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, sebagian besar data berasal dari orang-orang keturunan Eropa, dan beberapa catatan bergantung pada pelaporan diri tentang asam urat daripada diagnosis klinis.


"Kami berharap, pada waktunya, pengobatan yang lebih baik dan lebih mudah diakses akan tersedia dengan target baru yang kami identifikasi," kata Merriman.


"Asam urat layak mendapatkan lebih banyak sumber daya belanja kesehatan dan prioritas yang lebih besar dalam sistem kesehatan," jelas penelitian yang telah dipublikasikan di Nature Genetics.





Baca Lebih Lanjut
Dimasak Sudah Biasa, Daun Kenikir Ternyata juga Bisa Jadi Obat Asam Urat
Konten Grid
5 Pelaku Vegan Ini Putuskan Makan Daging Lagi Karena Berbagai Alasan
Detik
7 Cara Alami dan Cepat Turunkan BB, Pakai Pola Makan Ini
Detik
Wanita Ini Eksperimen Makan Daging Merah Setiap Hari, Ini Hasilnya!
Detik
Manfaat Minum Kopi Setelah Makan Siang, Bukan Cuma Penghilang Ngantuk
Konten Grid
7 Pola Makan yang Bikin Berat Badan Cepat Turun
Detik
5 Tips Jaga Berat Badan Ideal Lewat Pola Makan, Justru Perbanyak 2 Sumber Makanan Berikut
Tribun Health
Riset Microgrid, Siswa Asal Surabaya Raih Medali Emas dan Grand Award Kompetisi ISRC 2025
Timesindonesia
Bocah Umur 8 Tahun Buta Permanen Diduga Gegara Keseringan Makan Nuget dan Sosis
Detik
4 Rahasia Hidup Panjang Umur hingga 100 Tahun, Ternyata Sesederhana Ini
Detik