TRIBUNJATENG.COM - Berikut dongeng kancil dan jerapah , cerita pengantar tidur anak.
“Awas, minggir!” terdengar suara si Jerapah, mengusir tiga binatang – Kambing, Keledai, dan Domba, yang sedang minum di pinggir sungai “Kalian ini mengganggu hakku.”
Domba berbisik, “Memangnya, sungai ini milik dia sendiri?”
“Ssst, nanti kamu ditendang lagi seperti waktu itu,” kata Kambing dan Keledai memenangkan.
“Aah, aku ini memang ganteng. Badanku keren, leherku jenjang, kukuku rapi, buluku halus,” kata Jerapah memandangi pantulan dirinya di air sungai yang jernih.
“Wajahku, apalagi, selalu bersih bersinar.”
Lalu mencela tiga ekor binatang yang sedang menunduk.
“Memangnya kalian? Lihat, deh, sudah tidak tinggi ditambah badan kalian kotor… issh! Apa sih kelebihan kalian?”
“Padahal aku haus,” bisik Kambing gelisah setelah menunggu sekian lama dan Jerapah belum selesai minum.
Ini sudah ke sekian kalinya Jerapah bertindak semena-mena kepada mereka bertiga.
Dia pernah menendang dan menghina si Domba saat Domba menegurnya karena si Jerapah menggosokkan kukunya di tumpukan bulu domba.
Domba mulanya akan memberikan bulu itu untuk alas tidur beberapa anak kucing hutan yang baru lahir.
Bulu-bulu domba itu menjadi kotor dan Domba batal memberikannya.
Jerapah juga memakan rerumputan yang dikumpulkan si Keledai tanpa izinnya lalu pergi meninggalkan tempat Keledai dalam keadaan berantakan.
Jerapah juga pernah dengan sengaja menendang ember-ember berisi susu milik si Kambing.
“Dia selalu menghina dan semena-mena terhadap kita,” bisik Keledai.
Datanglah seekor Kancil. Tanpa izin, dia mendekat lalu menyeruput air sungai, “Aaaah, segar sekali.”
“Hey, apa yang kamu lakukan? Ini sungaiku. Tidak boleh ada yang minum saat aku minum,” Jerapah berkata dengan sewot.
“Hah? Siapa bilang?” sanggah Kancil. “Sungai ini ada di hutan, dan aku tidak melihat papan tulisan jika sungai ini milikmu, jadi semestinya semua boleh minum.”
“Kamu binatang kecil, jelek, kotor yang menjengkelkan!” seru Jerapah. “Aku bisa menendangmu, atau menaruhmu di dahan pohon yang tinggi dengan kepalaku.”
“Ya, kamu memang tinggi, tapi aku tidak yakin jika kamu bisa berlari cepat untuk menangkapku.”
“Jangan menantang, kau akan menyesal, Kancil!” Jerapah berteriak marah.
“Ayo, buktikan. Kejar aku sekarang,” kata Kancil. Jerapah berjalan mendekati dan Kancil mulai berlari.
Kancil berlari sangat kencang, melewati batu-batu, pohon, ilalang, dengan zigzag.
Meskipun kakinya sangat panjang, namun Jerapah agak kesulitan mengejar Kancil.
Lehernya yang tinggi membuat dia kesulitan melihat ke bawah sehingga ia sering tersandung.
Kadang lehernya juga tersangkut dahan tinggi. Ia juga sulit berlari zigzag, karena setiap belokan dia kesulitan berlari.
Kancil sampai ke sebuah gua, lalu masuk ke dalam. Jerapah menyusulnya.
Semakin dalam, semakin gelap dan sempit. Batuan Stalaktit di atap gua menusuk-nusuk wajah dan kepala Jerapah.
“Aduuuh, kepalaku!” jerit Jerapah. Ia berhenti masuk gua, “Tolong, aku kesakitan”.
Kancil pun berhenti. Ia berbalik mencari si Jerapah.
“Aduh, kau menginjak badanku.” seru Jerapah, karena dia terbaring sementara kepalanya berdarah
“Maafkan aku. Disini gelap sekali,” kata Kancil. “Ayo, aku tolong kau untuk berdiri, dan menuju ke cahaya itu.”
Cahaya kecil itu adalah tempat mereka masuk ke gua. Kancil memapah Jerapah keluar dari gua.
Ternyata di luar, sudah ada Domba, Keledai, dan Babi menunggu.
“Teman kalian ini perlu pertolongan pertama, adakah yang bisa?”
“Aku bisa,” kata Keledai.
“Aku akan mengambilkan air untuk membersihkan luka-lukanya,” kata Kambing.
“Dan aku akan mengambilkan bulu domba untuk menutup lukamu dan alat P3K,” kata Domba.
“Kenapa kalian baik sekali?” tanya Jerapah dibalik derai air matanya dan wajahnya yang mengeluarkan darah.
“Padahal aku sombong dan semena-mena kepada kalian.”
“Ya, memang kamu sombong terhadap kami,” kata Keledai,
“Tapi dalam keadaan luka begini dan kamu membutuhkan pertolongan, tidak mungkin kami tinggalkan jika kami bisa menolongmu.”
“Jika dirimu tinggi, kamu bisa mengambil sesuatu dari tempat lebih tinggi, sementara jika kamu pendek, kamu bisa mudah melihat hambatan di bawah.
Setiap makhluk memiliki kelebihan dan kekurangan, jadi kita harus saling bekerja sama, bukan malah menghina,” kata Kancil. “Nah, kamu sudah di tangah yang tepat, Jerapah. Aku pamit pergi dulu, ya.”
“Aku minta maaf atas kesombonganku, ya.” kata Jerapah. “Mulai sekarang, mari kita berteman.”
Domba, Keledai, dan Kambing tersenyum mengiyakan. (*)