POSBELITUNG.CO – Kisah Film The Bell Panggilan untuk Mati yang syuting di Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengangkat urban legend di Negeri Laskar Pelangi.
Film yang isutradarai oleh Jay Sukmo ini mengisahkan hantu Penebok keturunan Belanda yang memiliki dendam terhadap sesama orang Belanda lantaran adanya konflik tertentu.
Sang hantu bergentayangan mencari tumbal untuk mengganti kepalanya yang hilang setelah dibunuh.
Rendy Gunawan, Produser Film The Bell Panggilan untuk Mati mengungkapkan Hantu Penebok merupakan figur mistis berasal dari Manggar, Kabupaten Belitung Timur yang tercipta di masa lampau.
Hantu ini diyakini oleh warga Pulau Belitung lantaran konon sedang mencari kepala manusia untuk dijadikan tumbal.
Hantu Penebok ini populer menjadi cerita di masa kanak-kanak para generasi boomer saat ini.
Pemilihan tempat-tempat syuting film ini memang cocok sebagai latar film tersebut.
Proses syuting saat ini sedang berlangsung di Belitung Timur.
Lokasi-lokasi yang dipilih menjadi lokasi syuting film horror romansa ini dikenal masyarakat sebagai tempat yang mempunyai nilai magis tinggi.
Kawasan Bukit Samak Manggar salah satu lokasi dari beberapa lokasi syuting film yang dipilih.
Di kawasan ini kebetulan terdapat rumah rumah bergaya kolonial.
Lokasi ini dinilai cocok menjadi lokasi utama film yang dibintangi Bhisma Mulia dan Ratu Sofya ini.
Diantaranya ada SMK Stannia Manggar.
Gedung sekolah yang dulunya bernama Ambacht Cursus (AC) ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan pada masakolonial Belanda pada tahun 1928.
Bangunan bersejarah ini dikenal masyarakat setempat sebagai tempat menyeramkan karena sejarah panjangnya.
"Selain mengangkat urband legend hantu Penebok, kami juga ingin menciptakan lokasi-lokasi ini sebagai iconic horor di Belitung Timur berdasarkan true event yang pernah terjadi di sini," ungkap Rendy, Selasa (3/9/2024).
Ada juga lokasi-lokasi lain yang juga tak kalah menarik dan memiliki karakteristik sendiri secara kehororannya.
Seperti Pantai Teropong, Bendungan Pice Gantung, dan Pantai Punai di Kecamatan Dendang.
Setelah syuting film ini selesai, Rendy berharap lokasi-lokasi ini dirawat dan dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk pengembangan potensinya ke depan.
Kawasan ini bisa menjadi paket wisata napak tilas lokasi syuting The Bell di Belitung.
Lokasi-lokasi bisa dikemas dan dikembangkan sebagai wisata magis di Belitung Timur.
"Karena kami melihat Belitung Timur punya potensi wisata magis yang kuat untuk dikembangkan.
Bukan tidak mungkin nanti setelah Film The Bell, akan banyak film horor lain yang juga syuting di sini," ujar Rendy.
Terinspirasi Berita Penemuan Mayat di Belitung Timur
Kisah penemuan mayat tanpa kepala di wilayah Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beberapa waktu lalu, ternyata menjadi inspirasi dari Film The Bell Panggilan untuk Mati.
Film yang dalam sepekan ini mengambil lokasi syuting di kawasan Bukit Samak dan Pantai Teropong, Kecamatan Manggar tersebut, ternyata terinspirasi dari pemberitaan Pos Belitung jejaring Grup Tribunnetwork Kompas Gramedia mengenai pemberitaan penemuan mayat di Belitung Timur beberapa waktu lalu.
"Tim kita saat riset menemukan fakta tersebut (berita Pos Belitung).
Jadi kita angkat ke layar lebar. Juga untuk mengenalkan hantu Penebok ke masyarakat Indonesia secara luas," jelas Arismuda, Produser Film The Bell Panggilan untuk Mati, Minggu (1/9/2024).
Kini syuting Film The Bell Panggilan untuk Mati ini sudah menjalani hari ke-6 pada Minggu (1/9/2024) kemarin.
Arismuda mengungkapkan Garapan Film The Bell Panggilan untuk Mati ini telah melalui proses riset film.
Salah satu inspirasi Film The Bell Panggilan untuk Mati ini diambil dari true event yang diangkat oleh Pos Belitung media jejaring Grup Tribunnetwork Kompas Gramedia.
Inspirasi film ini diangkat dari pemberitaan Pos Belitung mengenai penemuan mayat tanpa kepala beberapa tahun terakhir di Kabupaten Belitung Timur.
Menurut Arismuda, true event ini kemudian dikolaborasikan dengan urban legend setempat yaitu sosok Penebok.
Sosok penebok dalam cerita masyarakat Belitung merupakan hantu tanpa kepala yang gentayangan mencari kepalanya.
Hantu penebok seringkali diceritakan pada saat kecil yang dipercaya sebagai hantu yang ingin mencari kepalanya.
Arismuda sedikit mengungkapkan latar cerita film ini yakni tahun 1930.
Dikisahkan pada saat itu ada noni Belanda yang terbunuh dan kepalanya dipotong ketika melawan saat sejumlah pihak mau membuka area tambang baru di dekat tempat tinggalnya.
Lantaran peristiwa itu, noni Belanda ini menuntut dendam dan menjadi hantu penebok yang dikenal saat ini dalam cerita masyarakat Belitung.
"Seiring ceritanya nanti ada drama dan romansa yang tercipta dengan warga lokal.
Cerita lengkapnya nanti bisa disaksikan di bioskop," ungkap Aris sambil tertawa.
Diangkatnya hantu penebok ke film layar lebar, jelas Aris, dirinya ingin lingkaran hantu di Indonesia tidak hanya tentang pocong, kuntilanak, genderuwo.
Namun juga hantu-hantu lokal yang punya nilai budaya agar bisa dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Apalagi, lokasi syuting saat ini yaitu Belitung Timur bukan tempat baru lagi bagi dunia perfilman Indonesia.
Di sini pernah dijadikan tempat syuting film fenomenal Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan lainnya.
"Bukan tidak mungkin Belitung Timur dan Pulau Belitung secara keseluruhan menjadi studio alam bagi sineas perfilman nasional.
Karena banyak potensi yang tersimpan di sini, mulai dari alam hingga masyarakatnya," ujar Aris.
Film ini diproduksi oleh Multi Buana Kreasindo (MBK) Productions, Sinemata Indonesia, dan Radepa Studio dimana 100 persen lokasi syuting berada di Belitung Timur.
Lokasi syuting diantaranya, kawasan Bukit Samak, Pantai Teropong, Bendungan Pice, hingga Pantai Punai.
Film ini disutradarai oleh Jay Sukmo serta dibintangi oleh aktor senior Mathias Muchus dan Septian Dwi Cahyo.
Film The Bell Panggilan untuk Mati merupakan besutan MBK Production, Sinemata Indonesia, dan Radepa Studio.
Beberapa aktor dan aktris muda berbakat Indonesia juga ambil peran dalam film ini, seperti Bhisma Mulia, Safira Ratu Sofya, Shalom Razade, dan Givina Lukita Dewi.
Diberitakan sebelumnya, Executive Producer MBK Production, Budi Yulianto yang merupakan putra asli Gantung Belitung Timur tertarik mengangkat kisah kampungnya supaya lebih dikenal masyarakat.
Selain mengangkat tradisi dan urban legend setempat, film ini juga melibatkan sineas-sineas lokal yang sudah pernah terlibat di industri film sebelumnya.
Beberapa di antaranya adalah Zulfani Pasha pemeran Ikal kecil di Film Laskar Pelangi di film The Bell dia menjadi Asisten Sutradara I.
Kemudian ada nama-nama seperti Jimbron, Kucai, dan Rendy pemeran Arai di Film Sang Pemimpi juga terlibat dalam proses pembuatan film The Bell.
"Kita ingin juga angkat talenta lokal yang potensial di industri perfilman Indonesia.
Mereka bukan hanya sekali ini tapi sudah sering terlibat di proses produksi film," kata Budi kepada Posbelitung.co, Selasa (27/8/2024).
Selain itu, talent-talent pendukung seperti anak-anak hingga tetua adat juga dimainkan oleh warga lokal, seperti anak SD sekitar hingga Sahani Saleh alias Sanem dan Dharmawan Engon juga ambil peran dalam film ini.
Budi ingin lewat film, Belitung Timur kembali dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia pariwisata bisa bangkit pasca tambang.
Karena itu dia memfokuskan lokasi syuting The Bell ini 100 persen dilakukan di Belitung Timur.
"Akan ada beberapa film lagi ke depannya yang diproduksi oleh MBK Production tahun ini dan semuanya akan mengambil lokasi syuting di Belitung Timur dan Belitung," kata Budi.
(Posbelitung.co/Bryan Bimantoro)