Pada 2016, sekelompok ahli geologi menemukan sesuatu luar biasa di kedalaman tambang Kanada. Temuan menakjubkan itu berupa air mengalir yang setelah diuji, ternyata berusia lebih dari 2,6 miliar tahun.
Temuan itu kemudian mereka namai sebagai air tertua di dunia. Selanjutnya, banyak orang bertanya-tanya, apakah air tertua di Bumi itu bisa diminum, dan seperti apa kira-kira rasanya?
"Jika Anda seorang ahli geologi yang bekerja meneliti berbagai batuan, Anda mungkin telah menjilati banyak batu," kata Profesor Barbara Sherwood Lollar, yang memimpin tim tersebut, dikutip dari IFL Science, Senin (9/9/2024).
Hal serupa, mau tidak mau dilakukan pada temuan air tertua di dunia. Para ahli tentunya harus mencicipi air tersebut, apapun risikonya. Mencicipi dapat membantu mengarahkan peneliti ke arah air tertua. Semakin asin rasanya, semakin tua usianya.
Meskipun jelas tidak cukup aman untuk diminum dalam jumlah banyak dan secara terus menerus, Sherwood Lollar menunjukkan bahwa air itu juga secara ilmiah terlalu berharga untuk disia-siakan dengan meminumnya secara sembarangan. Ahli geologi itu kemudian mencelupkan jarinya ke dalam air dan menempelkannya di ujung lidahnya.
Jadi, seperti apa rasa airnya? "Sangat asin dan pahit, jauh lebih asin daripada air laut," menurut Sherwood Lollar.
Hal yang mungkin membuat air purba itu terasa kurang nikmat terungkap dari analisis lebih lanjut tentang kandungan di dalam air tersebut.
"Dengan melihat sulfat dalam air, kami dapat melihat sidik jari yang menunjukkan keberadaan kehidupan. Dan kami dapat menunjukkan bahwa sinyal yang kami lihat dalam cairan itu pasti telah dihasilkan oleh mikrobiologi, dan yang terpenting pasti telah dihasilkan dalam skala waktu yang sangat panjang," kata Sherwood Lollar.
"Mikroba yang menghasilkan tanda ini tidak mungkin melakukannya dalam semalam. Ini pasti merupakan indikasi bahwa organisme telah hadir dalam cairan ini dalam skala waktu geologis," imbuh ahli geologi itu.