TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini adalah sosok Tia Efrianti.
Tia Efrianti adalah mahasiswi S3 Ilmu Biologi, Fakultas Biologi.
Ia merupakan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Tia Efrianti bikin heboh dan bangga Indonesia.
Itu setelah Tia Efrianti mendapat penghargaan bergengsi dari Kurita Grant Japan 2024.
Tak sendiri, Tia mendapatkan penghargaan itu bersama timnya.
Mereka meraih prestasi tersebut setelah melakukan riset terkait pengolahan limbah khususnya limbah cair dari industri kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan menggunakan mikroalga.
Tia dan tim melakukan riset tersebut, lantaran melihat permasalahan pengelolaan perairan Indonesia yang masih menghadapi banyak tantangan, meskipun berbagai upaya perbaikan telah dilakukan.
Tia melihat beberapa masalah utama yang menghambat pengelolaan air di Indonesia termasuk tingginya pencemaran,keterbatasan infrastruktur pengolahan limbah,serta tekanan besar terhadap sumber daya air akibat kegiatan industri, pertanian, dan urbanisasi.
“Melalui event ini, saya bisa memberikan andil kontribusi terhadap perairan di Indonesia dalam upaya meremediasi limbah POME,” ujar Tia.
Di Indonesia sendiri produksi POME mencapai angka 28,7 juta ton per tahun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Tia dan tim memanfaatkan limbah cair yang kaya akan nitrogen khususnya POME sebagai sumber daya dan media tumbuh mikroalga.
“Tim riset kami di Fakultas Biologi telah memiliki lebih dari 35 strain mikroalga unggulan dari Indonesia yang mampu meremediasi limbah khususnya limbah perairan.
Sehingga, tercetuslah ide untuk memanfaatkan limbah cair tersebut,” jelas Tia.
Setelah melakukan serangkaian penelitian, Tia dan tim memutuskan untuk mendaftarkan ide mereka ke Kurita Water and Environment Foundation (KWEF).
Sebagai informasi, Kurita Grant atau Kurita Water and Environment Foundation (KWEF) Grant merupakan hibah penelitian untuk pengelolaan air dan teknologi lingkungan Asia yang diperuntukkan bagi mahasiswa Ph.D, dosen, serta akademisi.
Proses yang dilalui oleh Tia dan tim tidaklah mudah.
Berawal dari penyusunan proposal, Tia harus merangkum keseluruhan ide penelitian menjadi 1 halaman sesuai ketentuan panitia. Setelah disetujui oleh dosen pembimbing, barulah proposal tersebut diunggah ke situs resmi KWEF.
Proses seleksi berlangsung selama 3-4 bulan dan syukurnya, proposal Tia dan tim terpilih untuk menerima pendanaan dari KWEF.
“Proposal kami akhirnya terpilih dan mendapatkan pendanaan sekitar 400.000 yen, setara dengan Rp 43.000.000, untuk durasi riset satu tahun,” ungkapnya.
Tak hanya mendapat dukungan finansial, Tia dan tim juga mendapat peluang kolaborasi dengan para peneliti di Jepang.
Sebagai satu-satunya tim perwakilan UGM yang proposalnya diterima oleh KWEF, Tia pun mengaku sangat senang dan bersyukur.
“Saya merasa senang dan bersyukur sekali, riset saya mendapat penghargaan dari KWEF,” ungkapnya.