BANGKAPOS.COM -- Seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Supriyani (38) harus mendekam di penjara gegara diduga aniaya anak polisi.
Supriyani diduga melakukan kekerasan fisik kepada D (6), anak polisi yang saat ini duduk di bangku kelas 1 SD.
Ia melakukan pemukulan badan terhadap D dengan gagang sapu ijuk.
Sebelum berlanjut ke jalur hukum, sudah dilakukan beberapa kali mediasi antara Supriyani dengan orang tua D.
Namun mediasi berjalan buntu, Supriyani bersikukuh tidak melakukan pemukulan terhadap siswa D dan enggan minta maaf karena merasa tidak bersalah.
Kastiran (38), suami Supriyani mengaku dimintai uang damai sebanyak Rp 50 juta oleh pihak keluarga D.
"Diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai."
"Kami mau dapat uang di mana? Saya hanya buruh bangunan,” ungkap dia.
Dipalak Rp 50 juta, gaji Supriyani guru honorer ternyata hanya Rp 300 ribu per bulan.
Supriyani juga diketahui tinggal di sebuah rumah sederhana di Kabupaten Konawe Selatan.
Tetangga Supriyani, Suyatni (57), mengatakan wanita berusia 38 tahun itu mencari tambahan biaya dengan berkebun.
Selama ini, Supriyani jarang bersosialisai karena sibuk bekerja.
“Dia hanya mengajar, setelah itu pulang langsung ke kebun,” tuturnya.
Suyatni mengaku tak pernah melihat Supriyani melakukan kekerasan ke anak.
“Tidak pernah, (memukul) itu anak-anaknya kalau main hujan dia hanya tegur,” sambungnya.
Kondisi ekonomi Supriyani pas-pasan karena suaminya hanya bekerja serabutan.
“Suaminya kadang di kebun, kadang kerja bengkel, kadang juga ikut kerja bangunan,” tuturnya.
Dengan gaji Rp300 ribu, Supriyani tak mampu membayar uang damai Rp50 juta agar kasus kekerasan diselesaikan secara mediasi.
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam membeberkan duduk perkara yang terjadi pada Rabu (24/4/2024) lalu.
Semua bermula Supriyani menghampiri siswa berinisial D (6) dalam ruang kelas 1 A untuk memberikan teguran.
“Kejadian terjadi pada Rabu (24/4/2024) di sekolah, saat korban bermain dan pelaku datang menegur korban hingga melakukan penganiayaan,” kata Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam.
Supriyani diduga melakukan kekerasan fisik kepada D. Ia memukul badan D dengan gagang sapu ijuk.
Febry menjelaskan, ibu D mendapati adanya luka di paha sang anak Kamis (25/4/2024) sekitar pukul 10.00.
D mengaku kepada ibunya luka tersebut karena dirinya terjatuh saat bermain di sawah bersama ayahnya, Aipda Wibowo Hasyim yang berstatus sebagai Kanit Intel Polsek Baito.
Ibu D lantas menanyakan kepada suaminya perihal luka tersebut, namun dibantah oleh Aipda Wibowo.
Pada akhirya, D mengaku telah dipukul oleh gurunya, Supriyani.
Pada Jumat (26/4/2024), sekitar pukul 13.00 wita, Aipda Wibowo melaporkan kejadian itu ke Kepolisian Sektor (Polsek) Baito.
Febry menyebut, sudah 4 kali mediasi dilakukan antara Supriyani dengan keluarga D. Namun, mediasi berjalan buntu.
Supriyani bersikukuh tidak melakukan pemukulan terhadap siswa D dan enggan minta maaf karena merasa tidak bersalah.
“Sehingga orang tua korban melanjutkan laporannya (ke jalur hukum),” tandas Febry.
Kastiran (38), suami Supriyani mengaku dimintai uang damai sebanyak Rp 50 juta oleh pihak keluarga D.
Ia tidak bisa menyanggupi permintaan tersebut.
"Diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai."
"Kami mau dapat uang di mana? Saya hanya buruh bangunan,” ungkap dia.
Kastiran dalam kesempatannya juga membantah sang istri melakukan penganiayaan.
Supriyani kepada suaminya mengaku saat kejadian berada di kelas lain.
Ia mengajar di kelas 1 B sedangkan D berada di kelas 1 A.
Dalam kesempatan lain, Aipda WH membantah telah meminta uang kepada Supriyani.
“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” katanya.
Selain itu, Aipda WH menegaskan, Supriyani dalam proses mediasi sempat mengaku telah menganiaya D.
Pernyataan tersebut muncul di proses mediasi pertama dan kedua.
“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama (mengakui)," papar Aipda WH.
Sidang perdana guru Supriyani yang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, berjalan lancar.
Sidang dimulai sekitar pukul 10.00 WITA dengan agenda pembacaan dakwaan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe Selatan sekaligus JPU, Ujang Sutisna, mengatakan Supriyani diduga melakukan pemukulan ke salah satu siswanya.
"Sedang berlangsung proses belajar-mengajar di kelas, saat itu korban bersama rekan-rekannya mengerjakan perintah menulis guru Lilis."
"Beberapa saat Lilis meninggalkan ruang kelas, karena urusan kantor sekolah, terdakwa masuk dan mendekati korban yang sedang bermain di kelas," bebernya, Kamis (24/10/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Korban dipukul sekali menggunakan gagang sapu hingga mengalami memar.
"Tidak fokus kegiatan menulis sehingga terdakwa memukul di bagian kedua paha korban menggunakan gagang sapu ijuk."
"Mengakibatkan korban luka memar disertai lecet paha bagian belakang, bentuk tidak beraturan."
"Warna kehitaman ukuran luka paha kanan belakang panjang 6 cm dengan lebar 0,5 cm. Luka paha kiri belakang 3,3 cm lebar 1,3 cm," lanjutnya.
Jika dakwaan tersebut terbukti, Supriyani dapat dihukum 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp100 juta.
"Diancam pidana Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 77 dan 76 Undang-Undang RI Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," tegasnya.
Kuasa hukum Supriyani meminta sidang ditunda dan meminta waktu untuk menyusun pembelaan.
"Kalau kami minta minggu depan yang mulia," ucap kuasa hukum Supriyani.
Majelis Hakim mengiyakan permintaan tersebut dan memutuskan sidang pembacaan pembelaan digelar pada Senin (28/10/2024) mendatang,
Sementara itu, PGRI Konawe Selatan meminta guru Supriyani segera dibebaskan karena tak melakukan pemukulan ke siswa.
Mereka menggelar aksi solidaritas di luar gedung PN Andoolo.
Dengan adanya aksi solidaritas ini, mereka berharap tak ada lagi kasus kriminalisasi terhadap guru.
(Bangkapos.com/Serambinews.com/Tribunnews.com)