SURYA.co.id - Apa itu Patsus? sanksi yang bakal diterima Kapolsek Baito Ipda MI dan Kanit Reskrim AM jika terbukti terima Rp 2 juta dari Guru Supriyani.
Diketahui, nasib Kapolsek Baito Ipda MI dan Kanit Reskrim AM yang menangani kasus guru Supriyani kini di ujung tanduk.
Mereka kini dalam pemeriksaan intensif Bid Propam Polda Sulawesi Tenggara dan terancam mendapat surat perintah penahanan khusus (patsus).
Keduanya terindikasi melanggar kode etik Polri terkait pemberian uang Rp 2 juta di kasus guru Supriyani.
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian mengatakan, pemeriksaan dua personel polisi ini berdasarkan hasil pemeriksaan tim internal.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh mengatakan, saat ini pihaknya sudah memeriksa IPDA MI dan AM terkait indikasi pelanggaran etik kepolisian.
"Jadi saat ini dua oknum anggota tersebut sementara kami mintai keterangan terkait kode etik," kata Sholeh saat diwawancarai, Selasa (5/11/2024).
Sholeh menyampaikan pemeriksaan dua anggota polisi terkait indikasi permintaan uang Rp2 juta kepada Supriyani.
Indikasi itu dari hasil temuan tim internal yang dibentuk Polda Sultra untuk menangani kasus guru Supriyani yang viral dan menjadi perhatian publik.
"Untuk sementara kami mintai pendalaman keterangan untuk dua personel ini," jelasnya.
Sholeh mengatakan meski diperiksa, IPDA MI dan AM masih bertugas di Polsek Baito.
Namun, jika dalam pemeriksaan kode etik itu dua anggota tersebut terbukti bersalah maka akan dikeluarkan surat perintah penahanan khusus (patsus).
"Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk patsus atau ditarik ke Polda Sultra," jelasnya.
Kombes Pol Moch Sholeh menyampaikan saat ini, pihaknya sudah memeriksa tujuh personel polisi terkait permintaan sejumlah uang.
Awal permintaan uang Rp2 juta tersebut saat kasus guru Supriyani bergulir di Polsek Baito.
Jumlah uang diduga bertambah bahkan mencapai Rp50 juta yang diminta ke keluarga Supriyani agar kasus dihentikan.
Sholeh menyampaikan saat ini pihaknya baru mendapatkan bukti permintan uang Rp2 juta.
Sementara uang sebesar Rp50 juta masih dalam pendalaman penyidik dan mencari bukti kuat dari saksi.
"Kita sudah kroscek soal permintaan uang Rp50 juta tapi belum terlihat, indikasinya ada. Maka kami perlu penguatan dari kepala desa dan saksi lainnya," ungkap Moch Sholeh.
Selain itu, pihaknya juga sudah memeriksa sejumlah saksi seperti Kepala Desa Wonua Raya, Supriyani dan suaminya.
"Semua pihak kami periksa untuk mengklarifikasi soal permintaan uang itu," tutur Kabid Propam Polda Sultra.
Lantas, apa itu sanksi Patsus?
Menurut penelusuran SURYA.co.id, Patsus atau penempatan khusus adalah prosedur yang diterapkan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik.
Menurut Pasal 1 ayat 35 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Patsus merupakan bentuk pengamanan yang berbeda dari penahanan biasa.
Penempatan ini biasanya dilakukan di lokasi seperti markas, rumah kediaman, atau ruang tertentu yang ditunjuk oleh atasan.
Selain itu, pihak yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin berupa penempatan khusus (patsus) adalah Ankum, atasan Ankum, dan Provos.
Prosedur penempatan khusus ini diatur dalam peraturan Kapolri.
Di mana Provos Polri bertugas melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran disiplin, kemudian menyelenggarakan sidang disiplin.
Aturan mengenai masa penahanan di patsus tercantum dalam Pasal 1 ayat 26 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa anggota polisi yang melanggar kode etik dapat ditahan di patsus selama 21 hari.
Namun, jika pelanggaran tersebut tergolong berat, sesuai dengan Pasal 5 ayat 2, masa penahanan dipatsus dapat diperpanjang hingga tujuh hari tambahan.
Gelagat Kanit Reskrim Polsek Baito Saat Minta Uang Damai Rp 50 Juta
Sebelumnya, terungkap gelagat Kanit Reskrim Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) saat meminta uang damai Rp 50 juta di kasus guru Supriyani.
Ternyata, kanit reskrim tidak tega saat menyampaikan permintaan uang damai Rp 50 juta itu kepada Rokiman, Kepala Desa Wonua Raya yang menjadi perantara guru Supriyani.
Hal ini beralasan karena permintaan uang damai Rp 50 juta itu bukan dari kanit reskrim, melainkan diduga dari Kapolsek Baito.
Hal itu diungkapkan kepala Desa Wonua Raya, Rokiman saat menjadi saksi di sidang kasus guru Supriyani di PN Andoolo, pada Senin (4/11/2024).
Dijelaskan, suatu ketika Kanit Reskrim memanggil Rokiman ke polsek untuk menindaklanjuti laporan dari istri Aipda WH terkait dugaan penganiayaan yang dialami anaknya.
"Pak Desa (Kades Wonua Raya), bagaimana ini, mau dilanjutkan atau bagiamana?," tanya Kanit ditirukan Kades di depan sidang.
Saat itu, Rokiman meminta tolong agar kasus guru Supriyani ditangguhkan terlebih dahulu, mengingat saat itu sang guru sedang ujian P3K.
Kanit pun menyanggupi akan menyampaikan ke pimpinan, sebelum berkas ditangani.
Setelah itu, di hari berikutnya Kanit Reskrim datang ke rumah Rokiman dan menyampaikan permintaan uang Rp 15 juta untuk penangguhan kasusnya.
Saat itu, Rokiman merasa keberatan karena nilainya cukup besar.
Setelah Kanit pulang, dia lalu memanggil Katiran, suami guru Supriyani.
"Saya panggil pak Katiran, saya sampaikan ini ada informasi dari pak kanit, untuk penangguhan supaya tidak dibawa istrinya sampean ada Rp 15 juta," katanya.
Saat itu Katiran mengaku tidak bisa menyiapkan uang Rp 15 juta.
Katiran hanya mampu Rp 2 juta, dan itu pun uang dari meminjam ke Rokiman.
Selanjutnya, Rokiman datang ke mapolsek Baito untuk menyampaikan uang Rp 2 juta tersebut.
Saat itu Kanit sempat menolak menerima uang Rp 2 juta tersebut, dan meminta diserahkan ke kapolsek.
Namun, Rokiman tetap memberikan uang Rp 2 juta itu ke kanit.
"Ada pun uang Rp 2 juta disampaikan ke beliau (kapolsek) atau tidak, saya tidak tahu," katanya.
Setelah menyerahkan uang Rp 2 juta, ternyata belum ada kejelasan nasib guru Supriyani.
Akhirnya Rokiman kembali memanggil Katiran.
Saat itu Katiran mengaku kebingungan dengan masalah yang menimpa istrinya.
Katiran pun bersumpah bahwa Supriyani tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan, memukul anak Aipda WH.
Katiran kembali ditanya kesanggupannya untuk menutup kasus ini.
Dan saat itu, dia mengaku siap memberikan Rp 20 juta.
Hal ini kembali disampaikan Rokiman ke kanit bahwa pihak Supriyani siap menyediakan uang Rp 20 juta.
"Baik Pak Desa nanti saya sampaikan," ujar kanit saat itu.
Saat itu Rokiman pulang dan menunggu informasi dari kanit.
Setelah berjalannya waktu, Rokiman ke polsek lagi menanyakan perkembangan kasus Supriyani.
"Sabar Pak Desa, saya pun sebenarnya tak ingin lanjut kasus ini, tapi bagaimana, tugas kanit reskrim, saya akan menjalankan tugas," kata kanit saat itu.
Di hari berikutnya, Rokiman kembali ke polsek untuk menanyakan kasus ini.
"Mohon izin pak kanit, bagaimana ini keluarga saya tanya terus. Dia posisinya melakukan ujian.
Jangan sampai 16 tahun pengabdiannya terkendala masalah yang ada," kata Rokiman kepada kanit reskrim.
Saat itu kanit menyampaikan belum ada jawaban dari Aipda WH, pihak pelapor.
Sore hari, kanit mendatangi rumahnya untuk menyampaikan perkembangan kasusnya.
"Pak Desa, sudah ada informasi dari sana. Tapi berat sekali," kata kanit saat itu.
"Permintaannya berat sekali, tidak masuk di akal," sambung kanit.
"Tidak masuk akal bagaimana?," tanya Rokiman.
Saat itu kanit pun mengangkat lima jarinya.
"Lima apa pak kanit? lima ratus atau 5 juta?," tanya Rokiman.
Dengan bahasa Jawa, Kanit mengucap kata 'seket' yang artinya lima puluh.
"Seket itu bahasa Indonesianya 50 juta," ucap Rokiman.
Sebelum pulang, kanit pun berpesan ke Rokiman.
"Pak Desa sampaikan saja ke pak Katiran., Sabar, kita jalani saja kasus ini. Pasti ada titik temu," ucap kanit ditirukan Rokiman.
Pernyataan kanit itu pun disampaikan ke Katiran dan suami Supriyani ini mengaku tidak sanggup memenuhinya.
Dan hal itu kembali disampaikan ke kanit.
Saat itu kanit kembali memberikan saran untuk Supriyani dan Katiran.
"Pak Kanit jalan lagi ke rumah meminta kasih tahu bu Supriyani dan Pak Katiran untuk tenang saja. Sebenarnya saya itu berat melanjutkan kasus ini. Tapi nanti proses pengadilan yang akan membuktikan, yang benar dan yang salah," ungkap Rokiman menirukan omongan Kanit Reskrim.
Rokiman juga membeber gelagat Kanit setelah video pengakuannya tentang uang damai Rp 50 juta itu viral di media sosial.
Karena dalam video itu menyebut nama kanit reskrim, hal ini diakui Kanit menganggu keluarganya.
Kanit lalu mendatangi Rokiman bersama istri dan anaknya.
Dia meminta agar rekaman Kades Wonua Raya yang sudah viral sebelumnya, untuk diperhalus.
Alasannya, akibat rekaman itu anak dan istrinya tersudut dan terpojok di sekolahnya.
"Karena narasinya menyudutkan pak kanit. Karena di video itu tidak ada kata-kata Rp 10 juta," ungkap Rokiman.