Baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) berencana mengajukan ketamin sebagai bagian dari golongan narkotika. Langkah ini didasarkan pada maraknya penyalahgunaan obat tersebut di masyarakat.


"Kita, kalau tidak hati-hati, akan menimbulkan kecemasan. Saya melihat ini sangat mengerikan trennya, dalam waktu satu tahun meningkat hampir 100 persen. Secara spesifik saya mengatakan tren peningkatan distribusi ketamin pada tahap mengkhawatirkan," ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam media briefing, Jumat (6/12/2024).


Dikutip dari Alcohol and Drug Foundation, ketamin sebenarnya digunakan oleh tenaga medis dan dokter hewan sebagai obat bius. Namun, obat ini sering kali disalahgunakan secara ilegal untuk tujuan rekreasi.



Meskipun ketamin aman digunakan dalam praktik medis yang terkontrol, zat ini menjadi berbahaya jika seseorang mengonsumsinya untuk penggunaan rekreasi karena dapat mengakibatkan efek samping yang berpotensi mengancam jiwa.
Sebagai obat disosiatif, ketamin dapat membuat seseorang merasa terlepas dari tubuh atau lingkungan fisiknya. Obat ini juga memiliki efek mirip psikedelik, seperti halusinasi dan perubahan pada pikiran, emosi, serta kesadaran.


Penyalahgunaan ketamin paling banyak ditemukan pada kalangan generasi muda, terutama generasi Z atau gen z. Dalam kelompok ini, ketamin berbentuk injeksi sering dimanfaatkan sebagai pereda nyeri saat proses pembuatan tato.


Di luar negeri, ketamin banyak dijual secara ilegal dengan berbagai bentuk. Biasanya berbentuk bubuk putih atau pil, dan terkadang dilarutkan dalam cairan. Obat ini dikenal dengan berbagai nama seperti K, ket, kitkat, ketters, super K, atau horse trank.



Penggunaan ketamin dapat memicu sejumlah efek samping yang memerlukan perhatian medis segera. Berikut efek samping yang perlu diwaspadai, dikutip dari Cleveland Clinic:



  • Reaksi alergi (ruam kulit, gatal, atau pembengkakan pada wajah, bibir, dan lidah).

  • Halusinasi.

  • Gangguan irama detak jantung (kesulitan bernapas, nyeri dada, pusing, hingga detak jantung yang cepat dan tidak teratur).

  • Peningkatan tekanan darah.

  • Tinja berwarna terang.

  • Cedera hati (urine berwarna gelap, gejala mirip flu, kehilangan nafsu makan, nyeri pada perut kanan atas, kelemahan ekstrem, atau kulit dan mata menguning).

  • Tekanan darah rendah (pusing, kelemahan, hingga pingsan).

  • Kesulitan bernapas.




Baca Lebih Lanjut
Ketamin Banyak Disalahgunakan Gen Z, Obat Keras Bikin 'Ngefly' yang Mematikan
Detik
Gen Z Dicap Lembek di Dunia Kerja? Ini Kata Pengamat Pendidikan dan Soft Skills yang Harus Disiapkan
Tribunnews
Pilihan Hadiah Natal 2024 yang Cocok Untuk Gen Z, Ini Rekomendasinya!
Annisa Suminar
Lebih Dekat dengan Gen Z, Cosplay dan Comic Strips Meriahkan Ichiban Sushi Matsuri
Junianto Hamonangan
700 Peserta dari Berbagai Kalangan Ikuti Gen Z Fun Run 2024, Rayakan Gaya Hidup Aktif
Sindonews
Ribuan Gen Z di Jember, Antusias Hadiri Acara Happy Tri
Timesindonesia
Kolaborasi Logitech dan Dobujack Hadirkan Koleksi Fashion Bagi Gen Z
Dayu Akbar
Sahabat Pohon, Gerakan Gen Z Selamatkan Bumi dari Krisis Iklim
Timesindonesia
Daftar 10 Obat Herbal Ilegal Berbahaya yang Ditemukan BPOM
Detik
Audisi Miss Indonesia, Peserta Gen Z Ini Ingin Buktikan Perannya untuk Kemajuan Bangsa
Sindonews